Menjadi Penuntun
DAY 1210 OF 0

Seorang pemimpin dipercayakan tanggung jawab lebih, karena dia membawa dampak pada orang yang dipimpin.

Pernyataan keras pada ayat nas ini disampaikan Yesus untuk menyindir keberadaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang secara lahiriah memiliki mata normal alias dapat melihat, tetapi sesungguhnya mereka mengalami kebutaan rohani, sehingga tidak dapat melihat kebenaran, apalagi menuntun orang kepada kebenaran.

Dalam hal apa kita dapat menjadi “buta” dan mencelakakan orang yang kita pimpin?

Mereka tahu tentang kebenaran, bahkan mungkin luluan sekolah teologia, dan cakap mengajar orang lain, namun tragisnya mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran (Matius 23:1-3, Lukas 6:41-42), atau melakukannya hanya untuk dilihat orang (Matius 23:24-28).

Lalu, bagaimana mungkin mereka bisa membawa orang lain kepada kebenaran? Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi berkat bagi orang lain? Yang ada adalah mereka justru menjadi batu sandungan.

Betapa bahayanya jika kita melihat orang buta menuntun orang buta. Keduanya bisa celaka. Demikian juga, orang yang hidupnya belum beres di hadapan Tuhan, tidak bisa menuntun orang lain untuk hidup beres di hadapan Tuhan. Keduanya tentu akan sama -sama terpuruk.

Seorang pemimpin hidupnya harus lebih dulu beres di hadapan Tuhan agar dapat memimpin orang lain.

Sebagai orang percaya, yang telah beres hidupnya, artinya telah menerima terang dan firman Kristus dalam hidupnya, seharusnya memiliki kehidupan yang memancarkan terang bagi orang lain, sehingga orang lain dapat ‘melihat’ kebenaran itu melalui kita. Terbukalah, dan jangan jadi buta lagi!